Muhammadrudi’s Blog

Just another WordPress.com weblog

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF (COOPERATIF LEARNING ) BERLANDASKAN TEORI KONSTRUKTIVISME SOSIOKULTURAL VYGOTSKY DALAM MATA PELAJARAN IPA

  1. A.     Pendahuluan

a. Latar Belakang

Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, baik secara kuantitas maupun kualitas.  Usaha ini dilakukan mulai jenjang pendidikan dasar dan menengah sampai pada jenjang pendidikan tinggi. Hal ini dilakukan untuk menghadapi era perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang sangat pesat dewasa ini. IPA sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah memiliki fungsi yang sangat besar dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), karena mata pelajaran IPA dipandang sebagai kumpulan pengetahuan (a body of knowledge), cara berpikir (a way of thinking) dan sebagai cara penyelidikan (a way of investigating). Sebagai kumpulan pengetahuan, IPA membahas fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori.

Salah satu kunci utama dalam memajukan pendidikan adalah guru. Sudjana,N (2002:1) mengemukakan bahwa guru menempati kedudukan sentral, sebab peranannya sangat menentukan. Guru harus mampu menterjemahkan dan menjabarkan nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum, kemudian mentransformasikan nilai-nilai tersebut kepada siswa melalui proses pengajaran di sekolah. Menurut Hamalik, (2002: 32) bagaimanapun baiknya kurikulum, administrasi, dan fasilitas perlengkapan, kalau tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas guru-gurunya tidak akan membawa hasil pembelajaran yang diharapkan.

Banyak guru mengajar dengan cara yang kurang menarik, membosankan, kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat dan berpartisipasi aktif dan mengembangkan keterampilan dan pengetahuan. Kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru, sehingga proses belajar menjadi kaku, monoton, kurang mendukung pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa terutama dalam hal pemecahan masalah. Hal ini akan berpengaruh pada prestasi belajar siswa, sebab pemecahan masalah menuntut siswa untuk terlibat dan aktif dalam mencari solusi dengan memberdayakan semua keterampilan dan pengetahuan yang dimilikinya.

Pembelajaran yang inovatif yang relevan dengan keterlibatan dan peran aktif siswa dalam pembelajaran adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) dan keterkaitannya dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu dari pembelajaran tersebut adalah pembelajaran yang menekankan agar siswa sendiri yang akan membangun pengetahuannya, sedangkan guru harus merancang kegiatan pembelajaran bagi siswa untuk meningkatkan pengetahuan awal yang dimilikinya. Ausubel (Dahar, 1996), menyatakan bahwa faktor yang paling penting dalam mempengaruhi belajar adalah apa yang telah diketahui siswa. Disini siswa dituntut untuk dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Menurut Nur dan Wikandari (2000: 2), guru dapat membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya, dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi yang diberikan oleh guru menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menetapkan ide-ide mereka sendiri untuk belajar. Disini siswa dituntut untuk aktif dalam pembelajaran. Selanjutnya Nur dan Wikandari (2002), mengatakan bahwa guru dapat memberi siswa “tangga” yang dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat “tangga” tersebut

Jadi belajar  terjadi jika seseorang dapat mengasosiakan fenomena baru ke dalam skema yang telah ia punya, dalam hal ini seseorang dapat mengembangkan atau mengubah skema yang ada dengan mengkonstruksi sendiri apa yang sedang dipelajari melalui proses asimilasi dan akomodasi. Di samping itu, dalam mengkonstruksi suatu konsep, siswa perlu memperhatikan lingkungan sosial yang memungkinkan siswa untuk berinteraksi positif dalam mengkonstruksikan konsep-konsep mata pelajaran IPA. Hal ini akan dilakukan dengan belajar secara kelompok yang menekankan pada kesadaran siswa perlu belajar berpikir, memecahkan masalah dan belajar untuk mengaplikasi kan pengetahuan dan keterampilan, serta saling memberikan pengetahuan, konsep, keterampilan tersebut kepada siswa yang membutuhkan dan setiap siswa merasa senang menyumbangkan pengetahuannya kepada anggota lain dalam kelompoknya. Arends (Saragih, 2005) mengemukakan bahwa belajar kelompok dapat saling menguntungkan antar siswa yang berprestasi rendah dan siswa yang berprestasi tinggi yang bekerja bersama-sama dalam tugas akademik, siswa yang berkemampuan lebih tinggi dapat menjadi tutor bagi siswa yang berkemampuan lebih rendah.

Menurut Vygotsky (Suharta, 2004: 43 ), konstruksi yang memperhatikan  lingkungan sosial ini disebut dengan konstruktivisme sosial, hal ini didasari dari pandangan yang menyatakan pengetahuan dapat dibentuk baik secara individual maupun sosial, sehingga kelompok belajar dapat dikembangkan. Menurut Von Glasersfeld (Suparno, 1997: 23), dalam kelompok belajar siswa harus mengungkapkan bagaimana ia melihat persoalan dan apa yang akan dibuatnya dengan persoalan itu, ini  berarti siswa telah melakukan refleksi tentang apa yang dipikirkan dan dilakukan.

Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Suharta, 2004: 48) yaitu Zone of Proximal Development dan ScaffoldingZone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama degan teman sejawat yang lebih memiliki kemampuan.

Sedangkan Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah kedalam langkah-langkah pemecahan masalah, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkingkan siswa itu belajar mandiri. Oleh karena itu dengan mempertimbangkan hal-hal di atas dalam tulisan ini penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif ( cooperatif learning ) berlandaskan teori konstruktivisme sosiokultural Vygotsky  dalam mata pelajaran IPA

b. Masalah

Berdasarkan latar belakang rumusan masalah dalam tulisan ini adalah:

  1. Bagimanakan penerapan pembelajaran kooperatif ( cooperatif learning ) berlandaskan teori konstruktivisme sosiokultural Vygotsky  dalam mata pelajaran IPA ?

c. Tujuan

Tujuan dalam tulisan ini adalah :

  1. Untuk mengetahui bagaimanakah penerapan pembelajaran kooperatif  (cooperatif learning) berlandaskan teori konstruktivisme sosiokultural Vygotsky  dalam mata pelajaran IPA.

 

 

d. Manfaat

  1. Guru, untuk  menambah wawasan  dan pengetahuan guru dalam memahami dan menerapkan pembelajaran kooperatif ( cooperatif learning ) berlandaskan teori konstruktivisme dalam mata pelajaran IPA
  2. Instansi terkait seperti LPMP, Dinas Pendidikan Propinsi, dan Dinas Pendidikan kabupaten/Kota dalam pengambilan keputusan berkenaan dengan peningkatan mutu guru terutama dalam penerapan metode pembelajaran sehingga perubahan perilaku guru ke arah yang lebih produktif, efektif dan efisien dalam proses pembelajaran akan terwujud.
  3. B.     Tinjauan Teori
  4. 1.      Teori Belajar Konstrktivisme

Teori belajar konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus membangun pengetahuan didalam benak merekan sendiri. Setiap pengetahuan atau kemampuan hanya bisa diperoleh atau dikuasai oleh sesorang apabila orang itu secara aktif mengkonstruksi pengetahuan atau kemampuan itu di dalam pikirannya. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner ( Slavin dalam Trianto,2007:13).

Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Menurut Nur dalam Trianto  (2007:13) guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut.

Ide-ide konstruktivisme modern banyak berlandaskan teori sosiokultural Vygotsky   (Nur,2004:4) sehingga menjadi konsep mendasar dalam konstruktivisme, seperti ; scaffolding, proses top down, zone of proximal development ( ZPD ).

 

  1. Scaffolding

Scaffolding dapat diartikan bahwa sebagai pemberian sejumlah bantuan kepada seorang siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia melakukannya. Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan untuk memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.

  1. Proses Top Down

Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran lebih menekankan proses pengajaran secara top-down dari bottom-up.Top-down berarti bahwa siswa mulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan dan kemudian siswa memecahkan atau menemukan ( dengan bimbingan guru ) ketrampilan-ketrampilan dasar yang diperlukan.

  1. Zone of Proximal Development ( ZPD )

Zone of proximal development  dimaknai sebagai “ jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya ( yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri ), dengan tingkat perkembangan potensial ( yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerja sama dengan teman sejawat yang lebih mampu ). Siswa yang bekerja dalam Zone of proximal development   berarti siswa tersebut tidak dapat menyelesaikan tugas-tugasnya, dan dapat terselesaikan jika mendapat bantuan dari teman sebaya atau orang dewasa.

Teori Vygotsky yang lain mengatakan bahwa siswa belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada daerah perkembangan terdekat Zone of proximal development   siswa. Daerah perkembangan terdekat adalah tingkat perkembangan sedikit di atas perkembangan seseorang saat ini. Tingkat perkembangan seseorang saat ini tidak lain adalah tingkat pengetahuan awal atau pengetahuan prasyarat itu telah dikuasai, maka memungkinkan sekali akan terjadi pembelajaran bermakna. Tetapi apabila pengetahuan pembelajaran hafalan yang membosankan dan tidak menumbuhkan motivasi siswa, apabila proses belajar mengajar ini terus menerus berlangsung dari tahun ke tahun maka kemungkinan besar banyak siswa yang tidak menyukai mata pelajaran IPA. Pembelajaran bermakna ini sama dengan salah satu indikator kualitas CTL. Teori Vygotsky dalam Khodijah ( 2006:76 ) memiliki empat implikasi pendidikan yang utama, yaitu :

1)      Guru harus bertindak sebagai scaffold yang memberikan bimbingan yang cukup untuk membantu anak-anak mencapai kemajuan. 

2)      Pembelajaran harus selalu berupaya ”mempercepat” level penguasaan terkini anak. 

3)      Untuk menginternalisasi keterampilan pada anak-anak, pembelajaran harus berkembang dalam empat fase. Pada fase pertama, guru harus menjadi model dan memberikan komentar verbal mengenai apa yang mereka lakukan dan alasannya. Pada fase kedua, siswa harus berupaya mengimitasi apa yang dilakukan guru. Pada fase ketiga, guru harus intervensinya secara progresif  begitu siswa telah menguasai keterampilan tersebut. Keempat, guru dan siswa secara berulang-ulang mengambil peran secara bergiliran. 

4)      Anak-anak perlu berulang-ulang dihadapkan dengan konsep-konsep ilmiah agar konsep spontan mereka menjadi lebih akurat dan umum. 

Pandangan  teori konstruktivisme dalam Sagala ( 2008:88) bahwa  strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan : (1 ) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa; ( 2 ) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri; dan ( 3 ) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

  1. 2.            Pembelajaran Kooperatif ( Cooperative Learning )

Menurut Dahlan (1990) model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas. Sedangkan pembelajaran menurut Muhammad Surya (2003) merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Untuk memilih model yang tepat, maka perlu diperhatikan relevansinya dengan pencapaian tujuan pengajaran. Dalam prakteknya semua model pembelajaran bisa dikatakan baik jika memenuhi prinsip‑prinsip sebagai berikut; Pertama, semakin kecil upaya yang dilakukan guru dan semakin besar aktivitas belajar siswa maka hal itu semakin baik; kedua, semakin sedikit waktu yang diperlukan oleh guru untuk mengaktifkan siswa belajar juga semakin baik; ketiga, sesuai dengan cara belajar siswa yang dilakukan;  keempat, dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru; kelima, tidak ada satupun metode yang paling sesuai untuk segala tujuan, jenis materi, dan proses belajar yang ada (Hasan S, 1996: 67).

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa  belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kamampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran.

Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Dalam banyak kasus, norma budaya anak muda sebenarnya tidak menyukai siswa-siswa yang ingin menonjol secara akademis. Robert Slavin dan pakar lain telah berusaha untuk mengubah norma ini melalui penggunaan pembelajaran kooperatif.

Disamping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan-hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.

Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat dimana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan dimana masyarakat secara budaya semakin beragam.

Keterampilan-keterampilan kooperatif menurut Lundgren dalam materi pelatihan terintegrasi mata pelajaran IPA ( Depdiknas,2005:11) tersebut antara lain :

1)      Keterampilan kooperatif tingkat awal

  1. Menggunakan kesepakatan
  2. Menghargai kontribusi
  3. Mengambil giliran dan berbagi tugas
  4. Berada dalam kelompok
  5. Berada dalam tugas
  6. Mendorong partisipasi
  7. Mengundang orang lain untuk berbicara
  8. Menyelesaikan tugas pada waktunya
  9. Menghormati perbedaan individu

2)      Keterampilan kooperatif tingkat menengah, meliputi :

  1. Menunjukkan penghargaan dan simpati
  2. Mengngkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima
  3. Mendengarkan dengan aktif
  4. Bertanya
  5. Membuat ringkasan
  6. Menafsirkan
  7. Mengatur dan mengorganisir
  8. Menerima tanggung jawab
  9. Mengurangi  ketegangan

3)      Keterampilan kooperatif tingkat mahir,meliputi :

  1. Mengaborasi
  2. Memeriksa dengan cermat
  3. Menanyakan kebenaran
  4. Menetapkan tujuan
  5. Berkompromi

Terdapat enam langkah utama atau tahapan dalam Trianto ( 2007:48) di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-lankah itu ditunjukkan pada tabel 1

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 1

Langkah-langkah model pembelajan kooperatif

Fase

Tingkah Laku Guru / Peran Guru

Fase-1Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa  Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Fase-2Menyajikan informasi  Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase-3Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok kooperatif  Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

 

Fase-4Membimbing kelompok bekerja dan belajar  Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase-5Evaluasi  Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

 

 Fase-6

Memberikan

penghargaan

 Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

 

 

 

 

 

 

Dari pembahasan di atas maka ruang lingkup pembelajaran kooperatif dapat digambarkan dari diagram alur pada gambar 1

 

PEMBELAJARAN KOOPERATIF (CL) 

CTL

Hasil belajarAkademik
Landasan Teoritik
Teori BelajarKonstruktivis
HakekatSosiokultural
Sintaks
Hasil BelajarSiswa

Keterampilan

Kooperatif

Lihat tabel 1

Enam faseutama
Berpusat pada siswa
Proses demokrasi danPeran aktif siswa
Lingkungan belajar danSistem Pengelolaan
Konsep – konsepsulit
Siswa bel dlm klp. KecilDg tkt mampu beda

Learning

Community

 

KeterampilanSosial

 

Vygotsky

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1 : Ruang lingkup pembelajaran kooperatif

 

 

 

 

  1. C.     Pembahasan

 

  1. 1.      Penerapan pembelajaran kooperatif ( cooperative learning ) berlandaskan teori sosiokultural Vygotsky pada mata pelajaran IPA
  2. Knowledge ( Pengetahuan ) 

Guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada teacher centered dan siswa beinteraksi dalam menyelesaiakan tugas-tugas dan dapat saling memunculkan strategi pemecahan masalah yang efektif didalam masing-masing Zone of proximal development.

  1. Learning ( Pembelajaran )

Dalam pandangan teori konstruktivisme pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil atau diingat. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentranformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.

Dengan dasar itu,  pembelajaran harus dikemas menjadi proses ”mengkonstruksi ” bukan ” menerima ” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar.Dalam proses belajar mengajar siswa berkelompok,  belajar kelompok dapat saling menguntungkan antar siswa yang berprestasi rendah dan siswa yang berprestasi tinggi yang bekerja bersama-sama dalam tugas akademik, siswa yang berkemampuan lebih tinggi dapat menjadi tutor bagi siswa yang berkemampuan lebih rendah.

  1. 3.      Teaching ( Pengajaran )

Pengajaran dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru. Disini guru hanya memfasilitasi agar proses mengkontruksi pengetahuan dapat berjalan dengan lancar. Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi beberapa orang akan dimaknai berbeda-beda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru dihubungkan dengan kotak-kotak ( struktur pengtahuan ) dalam otak manusia tersebut. Struktur pengetahuan dikembangkan dalam otak manusia melalui dua cara, yaitu asimilasi dan akomadasi.

  1. 4.      Role of teacher ( Peran Guru )

Peran guru dalam pembelajaran bersifat Scaffolding dapat diartikan bahwa sebagai pemberian sejumlah bantuan kepada seorang siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia melakukannya. Tingkah laku guru atau peran guru  dalam pembelajaran terlihat pada table 2 , sintaks model pembelajaran kooperatif.

Tabel 2 : Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif

Fase

Tingkah Laku Guru / Peran Guru

Fase-1Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa  Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Fase-2Menyajikan informasi  Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase-3Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok kooperatif  Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

 

Fase

Tingkah Laku Guru / Peran Guru

Fase-4Membimbing kelompok bekerja dan belajar  Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase-5Evaluasi  Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase-6Memberikan

penghargaan

 Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

 

  1. 5.      Role off peers ( Peran Teman )

Dalam teorinya, Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajaran menghendaki setting kelas kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa  belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kamampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran.

Disamping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan-hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.

  1. 6.      Role of student ( Peran Siswa )

Teori belajar konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus membangun pengetahuan didalam benak merekan sendiri. Setiap pengetahuan atau kemampuan hanya bisa diperoleh atau dikuasai oleh sesorang apabila orang itu secara aktif mengkonstruksi pengetahuan atau kemampuan itu di dalam pikirannya, guru hanya memfasilitisai proses belajar mengajar.

b. Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) pembelajaran yang berorientasi cooperative learning

 

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

( RPP )

 

 

Mata Pelajaran : IPA – FISIKA
Kelas / Semester : VIII / 2
Alokasi Waktu : 2 x 40 Menit
Standar Kompetensi : Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang dan optika dalam produk teknologi sehari – hari
Kompetensi Dasar : Menyelidiki sifat – sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai bentuk cermin dan lensa
Indikator :
  • Menggambarkan jalannya cahaya pada dua zat yang berbeda
  • Menyebutkan bunyi hukum pembiasan cahaya
  • Menjelaskan peristiwa pembiasan cahaya dalam kehidupan sehari – hari

 

A Tujuan Pembelajaran
     
  a Setelah melalui percobaan siswa dapat menggambarkan jalannya cahaya pada dua zat yang berbeda dengan benar
  b Setelah melalui diskusi kelompok dan tanya jawab siswa dapat menyebutkan 2 bunyi hukum pembiasan cahaya dengan benar
  c Setelah melalui diskusi kelompok dan tanya jawab siswa dapat menjelaskan peristiwa pembiasan cahaya dalam kehidupan sehari – hari dengan benar
     
B Materi Pembelajaran
 

a

Jalannya cahaya pada dua zat yang berbeda
 

b

Hukum pembiasan cahaya
 

c

Peristiwa pembiasan cahaya dalam kehidupan sehari-hari
     
C Metode Pembelajaran
  a Model         : –  Cooperatif Learning ( CL )
  b Metode       :  –  Eksprimen
    –  Diskusi Kelompok-  Tanya Jawab

 

D Langkah – Langkah Pembelajaran
  a Kegiatan Awal ( ± 10 menit )
   
  • Menyampaikan standar kompetensi, kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran
  • Pada papan tulis dituliskan kata-kata pembiasan cahaya
  • Motivasi dan Apersepsi
  1. Motivasi

Memberikan informasi kepada peserta didik dengan mengamati apakah yang terjadi jika memasukkan pensil kedalam gelas berisi air ? mengapa  demikian ? dan meminta kepada salah seorang peserta didik untuk bergerak menjauhi baskom yang berisi uang logam didalamnya  dan berhenti pada jarak uang logam tersebut tidak kelihatan, kemudian kedalam baskom tersebut diisi air. Amati apa yang terjadi ? mengapa demikian ?

    2.   Apersepsi      Memberikan informasi kepada anak hukum pemantulan cahaya dan sifat cahaya yang merambat lurus
       
  b Kegiatan Inti ( ± 50 menit )

  • Memberikan informasi kepada peserta didik bahwa cahaya merambat menurut garis lurus apabila melalui satu medium saja. Bagaimana cahaya merambat melewati dua medium yang berbeda ?
  • Mendemontrasikan langkah-langkah kegiatan didalam LKS
  • Guru membimbing peserta didik dalam pembentukan kelompok-kelompok
  • Membagikan LKS kepada tiap siswa dan tiap-tiap kelompok diberi seperangkat alat dan bahan untuk melakukan kegiatan seperti petunjuk didalam LKS
  • Guru membimbing peserta didik untuk melakukan percobaan seperti petunjuk didalam LKS
  • Meminta satu atau dua kelompok untuk melaporkan hasil percobaan dan kesimpulan dari percobaan yang dilakukan, kelompok lain diminta menangapinya.
  • Diskusi kelompok dan tanya jawab tentang hukum pembiasan cahaya dan peristiwa – peristiwa pembiasan cahaya dalam kehidupan sehari-hari
       
  c Penutup ( ±20  menit )

  • Memberi penghargaan pada siswa atau kelompok yang kinerjanya bagus
  • Membimbing siswa membuat rangkuman pelajaran dengan mempresentasikan lagi kesimpulan yang benar dari LKS
  • Mengevaluasi siswa dengan memberi pertanyaan – pertanyaan secara tertulis.
       
E Alat / Sumber Bahan
  a Kaca plan paralel
  b Jarum pentul
  c Papan gabus
  d Folio tak bergaris
  e Mistar dan busur
  f Pensil
  g Komputer dan LCD
  h Buku IPA kelas VIII jilid 2 karangan Djoko Arisworo, Yusa, Nana Sutresna penerbit Erlangga, buku Sain Fisika SMP untuk kelas VIII karangan Mikrajudin Abdullah penerbit Esis
F Penilaian
  a Teknik Penilaian
   
  •  Tes Tertulis
  •  Tes Unjuk Kerja
  b Bentuk Instrumen
   
  •  Tes Isian
  •  Tes Uji Petik Kerja Prosedur
  c Instrumen
   
  •  Instrumen Tes Isian
    1 Gambarkan jalannya cahaya yang merambat dari udara dengan sudut datang a menuju kaca dengan sudut bias b !
    2 Seorang siswa menyelam dikolam renang, ia melihat seekor burung terbang sejauh h meter diatas permukaan air. Apakah posisi burung yang dilihat orang tersebut lebih dari, sama atau kecil dari h meter ? Jelaskan secara singkat alasanmu.
    3 Sebutkan 2 bunyi hukum pembiasan cahaya ?
       
   
  •  Rubrik Tes Uji Petik Kerja Prosedur

 

No

Aspek

Skor

1

2

 

3

 

4

Menyusun alat dengan benarMelakukan kegiatan dengan prosedur yang benar

Memperoleh hasil pengamatan dengan benar

Membuat kesimpulan dengan benar

5

10

 

10

 

5

Indralaya,        Maret 2009Guru Mata Pelajaran

 

 

 

Muhammad Rudi,S.Pd

NIP.132196693

 

 

 

 

 

 

 

c. Penutup

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar  belajar konstruktivisme, hal ini terlihat pada salah satu teori Vygotsky, yaitu tentang penekanan hakekat sosiokultural dari pembelajaran. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap kedalam individu tersebut. Impilikasi dari teori Vygotsky ini dikehendakinya susunan kelas berbentuk pembelajaran kooperatif.

Disamping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa dan juga model pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit.

Juli 14, 2009 Posted by | 1 | Tinggalkan komentar